BAB I
PENDAHULUAN
Belajar
merupakan aktivitas kearah perubahan
tingkahlaku melalui interaksi aktif individu
terhadap lingkungan (pengalaman).
Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran
akan mempengaruhi cara guru itu mengajar. Dari berbagai definisi yang
dikemukakan oleh pakar-pakar psikologi, secara umum pembelajaran merupakan
suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi
antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Secara lengkap, pengertian pembelajaran yaitu suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
A. Latar Belakang
Perkembangan dan pertumbuhan anak merupakan hal yang penting
untuk kita pelajari dan kita pahami selaku calon pendidik. Banyak para pendidik
yang belum memahami perkembangan – perkembangan anak. Sehingga masih ada
pendidik yang menerapkan sistem pembelajaran tanpa melihat perkembangan anak
didiknya. Hal ini akan berakibat adanya ketidakseimbangan antara system
pembelajaran dengan perkembangan anak yang akan menyulitkan anak didik
mengikuti system pembelajaran yang ada. Dengan mengetahui proses, faktor dan
konsep perkembangan anak didik kita akan mudah mengetahui system pembelajaran
yang efektif, efisien, terarah dan sesuai dengan perkembangan anak didik.
Tugas utama seorang pengajar atau guru
adalah untuk memudahkan pembelajaran para pelajar. Untuk memenuhi tugas ini, pengajar atau guru bukan sahaja harus dapat menyediakan
suasana pembelajaran yang menarik dan harmonis, tetapi mereka juga menciptakan
pengajaran yang berkesan. Ini bermakna guru perlu mewujudkan suasana
pembelajaran yang dapat meransangkan minat pelajar disamping sentiasa memikirkan
kebajikan dan keperluan pelajar. Dalam sesi pembelajaran, guru kerap berhadapan dengan pelajar yang berbeda dari segi kebolehan mereka. Hal ini memerlukan kepakaran guru dalam
menentukan strategi pengajaran dan pembelajaran. Ini bermakna, guru boleh
menentukan pendekatan, memilih kaedah dan menetapkan teknik-teknik tertentu
yang sesuai dengan perkembangan dan kebolehan pelajar. Strategi yang dipilih
itu, selain berpotensi memeransangkan pelajar belajar secara aktif, ia juga
harus mampu membantu menganalisis konsep atau idea dan berupaya menarik hati
pelajar serta dapat menghasilkan pembelajaran yang bermakna.
B. Tujuan
Perlunya guru menarik perhatian pelajar
dalam sesuatu pengajaran, aktiviti-aktiviti yang dipilih hendaklah yang menarik dan
mempunyai potensi yang tinggi untuk membolehkan isi pelajaran dan konsep-konsep yang diterjemahkan secara
jelas. Aktiviti harus boleh mempengaruhi intelek, emosi dan minat pelajar
secara berkesan. Dalam merancang persediaan mengajar,
aktivitas-aktivitas yang dipilih perlu mempunyai urutan yang baik. Ia perlu diselaraskan
dengan isi kemahiran dan objektif pengajaran. Lazimnya aktivitas yang dipilih itu adalah gerak kerja yang mampu memberi sepenuh pengaruh
terhadap perhatian, berupaya meningkatkan kesan terhadap intelek, ingatan,
emosi, minat dan kecenderungan serta mampu membantu guru untuk menjelaskan
pengajarannya.
Dalam merancang aktivitas mengajar yang berkesan dan bermakna kepada para pelajar, guru haruslah memikirkan terlebih dahulu tentang kaedah dan teknik yang
akan digunakan. Pemilihan strategi secara bijaksana mampu menjamin kelicinan serta keberkesanan penyampaian sesuatu subjek atau modul.
C.
Rumusan Masalah
Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru
telah berhasil dalam mengajar. Untuk mencapai semua itu maka guru harus
memiliki dan mengetahui tentang “Karakteristik Internal Peserta Didik dan
Konsep-konsep Pembelajaran ” yang mencakup diantaranya :
1.
Beberapa karakter peserta didik
2. Perkembangan kepribadian
3. Mengidentifikasi Pengaruh
kepribadian terhadap peserta didik
4.
Konsep pembelajaran
5.
Mengidentifikasi model
sembilan peristiwa pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK
INTERNAL PESERTA DIDIK
DAN
PENGENALAN
KONSEP-KONSEP PEMBELAJARAN
1. Karakteristik Internal Peserta Didik
A.
Beberapa Karakter Peserta Didik
Begitu banyak tipe kepribadian
menurut para ilmuwan. Berikut ini adalah tipe-tipe kepribadian menurut
masing-masing para ahli agar kita lebih memahami kepribadian peserta didik
sehingga saat proses kegiatan belajar dan mengajar berlangsung dengan maksimal.
Ø Menurut
Eysenck 1964 (dalam Buchori 1982) menyatakan
Tipe kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Kepribadian Ekstrovert: dicirikan
dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara,
impulsif, menyenangkan, spontan, ramah, sering ambil bagian dalam
aktivitas sosial.
- Kepribadian Introvert: dicirikan
dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
- Kepribadian Neurosis:
dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai
dengan simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.
Ø Menurut
Mahmud 1990 (dalam Suadianto 2009) menyatakan
Kepribadian terbagi menjadi 6 kepribadian,
yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
- Mudah
menyesuaikan diri, baik hati, ramah.
- Cerdas,
dapat dipercaya, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
- Dominan,
menonjolkan diri, suka mengalah, menyerah.
- Sensitif,
simpatik, lembut hati, kaku, tidak emosional.
- Penuh
energi, tekun, cepat, bersemangat, pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
- Tenang,
toleran, mudah tersinggung.
Ø Menurut
Hippocrates dan Galenus (dalam Kurnia 2007)
Tipologi kepribadian yang
tertuang bersifat jasmaniah atau fisik. Mereka mengembangkan tipologi
kepribadian berdasarkan cairan tubuh yang menentukan temperamen seseorang. Tipe
kepribadian itu antara lain:
- Tipe kepribadian choleric
(empedu kuning), yang dicirikan dengan pemilikan temperamen cepat marah,
mudah tersinggung, dan tidak sabar.
- Tipe melancholic
(empedu hitam), yang berkaitan dengan pemilikan temperamen pemurung,
pesimis, mudah sedih dan mudah putus asa.
- Tipe phlegmatic
(lendir), yang bertemperamen yang serba lamban, pasif, malas, dan kadang
apatis/ masa bodoh.
- Tipe sanguinis
(darah), yang memiliki temperamen dan sifat periang, aktif, dinamis, dan
cekatan.
Ø Menurut
Kretchmer dan Sheldon (dalam Kurnia 2007) menyatakan bahwa
Tipologi kepribadian berdasarkan
bentuk tubuh atau bersifat jasmaniah. Macam-macaam kepribadian ini adalah:
- Tipe asthenicus atau ectomorpic pada
orang-orang yang bertubuh tinggi kurus memiliki sifat dan kemampuan
berpikir abstrak dan kritis, tetapi suka melamun dan sensitif.
- Tipe pycknicus atau mesomorphic pada
orang yang betubuh gemuk pendek, memiliki sifat periang, suka humor,
popular dan mempunyai hubungan sosial luas, banyak teman, dan suka makan.
- Tipe athleticus atau mesomorphic pada
orang yang bertubuh sedang/ atletis memiliki sifat senang pada pekerjaan
yang membutuhkan kekuatan fisik, pemberani, agresif, dan mudah
menyesuaikan diri.
Pada periode anak sekolah,
kepribadian anak belum terbentuk sepenuhnya seperti orang dewasa. Kepribadian
mereka masih dalam proses pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan
“karakteristik anak secara sederhana dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok
anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak
yang biasa-biasa saja.
3. Anak
yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khususnya dalam melakukan
kegiatan pembelajaran di sekolah”.
B.
Perkembangan kepribadian
“Kata kepribadian dalam bahasa
asing disebut dengan kata personality. Kata ini berasal dari kata
latin, yaitu persona yang berarti “topeng” atau seorang individu
yang berbicara melalui sebuah topeng yang menyembunyikan identitasnya dan
memerankan tokoh lain dalam drama” (Buchori, 1982:91). Sehingga kepribadian
seseorang adalah perangsang dari orang tua atau kesan yang ditimbulkan oleh
keseluruhan tingkah laku orang lain.
Kepribadian bersifat dinamis (tidak
statis), dan melainkan berkembang secara terbuka sehingga manusia
senantiasa berada dalam kondisi perubahan dan perkembangan. Kepribadian selalu
dalam penyesuaian diri yang unik dengan lingkungannya dan berkembang
bersama-sama dengan lingkungannya, serta menentukan jenis penyesuaian yang akan
dilakukan anak, karena tiap anak mempunyai pengalaman belajar yang berbeda satu
dengan yang lainnya.
Dalam perkembangan kepribadian,
konsep diri dan sifat-sifat seseorang merupakan hal atau komponen penting.“konsep
diri merupakan konsep, persepsi, maupun gambaran seseorang mengenai dirinya
sendiri, atau sebagai bayangan dari cermin diri. Konsep diri seseorang
dipengaruhi dan ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain
terhadap dirinya” (Buchori 1982).
Menurut Suadianto (2009) menerangkan bahwa
Sifat mempunyai dua ciri yang menonjol, yaitu:
(1) Individualistis yang diperlihatkan
dalam kuantitas ciri tertentu dan bukan kekhasan ciri bagi orang lain.
(2) Konsistensi yang berarti seseorang bersikap
dengan cara yang hampir sama dalam situasi dan kondisi yang serupa, konsep diri
merupakan inti kepribadian yang mempengaruhi berbagai sifat yang menjadi ciri
khas kepribadian seseorang.
Menurut Kurnia (2007) menyatakan bahwa
Mengenai perkembangan pola kepribadian, ada 3
faktor yang menentukan perkembaangan kepribdian seseorang termasuk peserta
didik, yaitu:
1. Faktor
bawaan, termasuk sifat-sifat yang diturunkan kepada anaknya, misalnya sifat
sabar anak dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat sabar, demikian juga
wawasan sosial anak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasannya.
2. Pengalaman
awal dalam lingkungan keluarga ketika anak masih kecil. Pengalaman itu
membentuk konsep diri primer yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian
anak dalam mengadakan penyesuaian diri dan sosial pada perkembangan kepribadian
periode selanjutnya.
3. Pengalaman
kehidupan selanjutnya dapat memperkuat konsep diri dan dasar kepribadian yang
sudah ada, atau karena pengalaman yang sangat kuat sehingga mengubah konsep
diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk pada diri seseorang.
Pada perkembangan kepribadian
peserta didik, tidak ada kepribadian dan sifat-sifat yang benar-benar sama.
Tiap anak adalah individu yang unik dan mempunyai pengalaman belajar
dalam penyesuaian diri dan sosial yang berbeda secara pribadi. Menurut
Suadianto (2007) menjelaskan bahwa hal penting dalam perkembangan
kepribadian adalah ketetapan dalam pola kepribadian atau persistensi.
Artinya, terdapat kecenderungan ciri sifat kepribadian yang menetap
dan relatif tidak berubah sehingga mewarnai timbul perilaku khusus
terhadap diri seseorang. Persistensi dapat disebabkan oleh kondisi bawaan
anak sejak lahir, pendidikan yang
ditempuh anak, perilaku orang tua dan lingkungan kelompok teman
sebaya, serta peran dan pilihan anak ketika berinteraksi dengan lingkungan
sosial.
C.
Pengaruh kepribadian terhadap
peserta didik
Memahami karakter seseorang
memang sangat sulit, namun sangat penting. Apalagi kita sebagai
pendidik selalu bersama dengan peserta didik yang sangat banyak dan
masing-masing mempunyai karakter-karakter tersendiri. Keadaan atau proses belajar
dan mengajar tidak dapat berjalan dengan baik apabila kita tidak saling
mengenal dengan peserta didik. Saling mengenal tidak harus dengan menghafal
nama-nama dari peserta didik, tetapi pendidik harus mengenal kepribadian dari
murid-muridnya.
Berdasarkan tipe-tipe kepribadian
yang telah tercantum di atas bahwa setiap sifat yang baik pasti ada sifat yang
jelek. Ada peserta didik yang diajak berbicara selalu merespon,
ada peserta didik yang periang, ada sifat atau pribadi yang tertutup,
ada peserta didik yang kurang menghargai pendidikya dan mengaggap suatu hal
biasa. Kita sebagai pedidik, kita harus mengendalikan ego dan menambah
kesabaran saat berinteraksi dengan peserta didik untuk mengingatkan bahwa hal
tersebut salah, benar, sopan dan lain-lain. Misalnya, anak yang suka
bergurau dan menganggap guru adalah teman, saat pendidik melakukan kesalahan
dan peserta didik mengejek dengan kata kurang sopan. Apabila kita langsung
memarahi dan tidak bisa menahan emosi kita, maka kita akan ditakuti oleh dia
dan bisa saja peserta didik tersebut dan yang lain langsung merasa tegang dan
akhirnya pada saat peajaran, bukan suasana yang menyenangkan yang
didapat melainkan suasana tegang. Kita sebagai pendidik harus melihat
kepribadian siswa tersebut apakah mudah tersingung atau tidak. Bila murid
tersebut tidak mudah tersinggung, kita bisa mengingatkan kesalahannya dengan
cara lelucon. Namun bila dia mudah tersinggung maka kita bisa menegur saat di
luar jam pelajaran. Bila suasana yang tercipta adalah tegang maka materi yang
diberikan tidak diserap hingga maksimal dan akhirnya prestasi menurun.
Faktor - faktor yang mempengaruhi
keberhasilan mereka dalam belajarnya.
Adapun faktor-faktornya adalah:
Adapun faktor-faktornya adalah:
A.
Faktor-faktor internal/endogen
Adalah faktor-faktor yang datang
berasal dari dalam diri individu dan dapat mengetahui hasil belajar individu. Adapun
faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologi dan faktor psikologis.
1. Faktor
Fisiologis
Adalah yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu tersebut. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam
yaitu:
·
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus
jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi
fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar individu.
·
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama
proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat
mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2.
Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi,
minat, sikap dan bakat.
a.
Kecerdasan/Intelegensi siswa
Kecerdasan
merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensi
seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam
belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit
individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan
belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya.
b.
Motivasi
Motivasi
adalah salah satu faktor yang mempengarui keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi
dibagi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intriksik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhan. Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi
intrinsik untuk belajar antara lain adalah.
a)
Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia
yang lebih luas.
b)
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju.
c)
Adanya keinginan untuk mencapai prestasi
sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalnya orang tua, saudara,
guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya.
d)
Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau
pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi
ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi menberi
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, guru teladan, orang tua, dan lain sebagainya. Kurangnya respon dari
lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah
c.
Minat
Secara sederhana, minat (interest) dapat diartikan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat belajar siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapinya atau pelajarannya. Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang biasa digunakan.
Secara sederhana, minat (interest) dapat diartikan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat belajar siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapinya atau pelajarannya. Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang biasa digunakan.
d.
Sikap
Dalam proses belajar. Sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala yang mendimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
Dalam proses belajar. Sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala yang mendimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
e.
Bakat
Sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Salvin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar siswa. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Salvin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar siswa. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
B. Faktor-Faktor Eksogen/Eksternal
Selain
karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga
dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan
bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non
sosial.
1.
Lingkungan Sosial
a)
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru,
administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar siswa.
Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan
seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk
belajar.
b)
Lingkungan Sosial Masyarakat. Kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan
siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketikan
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilikinya.
c)
Lingkungan Sosial Keluarga. Lingkungan ini
sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang
tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolahan keluarga, semuanya dapat
memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota
keluarga, orang tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa
melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2.
Lingkungan Non Sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial
adalah :
a)
Lingkungan Alamiah, seperti kondisi udara yang
segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang terlalu silau/kuat, atau tidak
terlalu lemah/gelap, Susana yang sejuk dan terang. Lingkungan alamiah tersebut
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengruhi aktivitas belajar siswa,
sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung proses belajar siswa
akan terlambat.
b)
Faktor
Instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,
lapangan olahraga, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus dan lain
sebagainya.
c)
Faktor Materi Pelajaran (yang di ajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga
dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan
berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
Maka dari faktor-faktor yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa karakteristik
siswa tergantung dari faktor-faktor yang ada terutama faktor keluarga ataupun
masyarakat disekitarnya sangat berpengaruh terhadap karakteristik peserta didik/membentuk
mental maupun tingkah lakunya.Yang perlu dibangun disini adalah : Membentuk
kepribadian siswa tersebut agar siswa yang asalnya nakal menjadi lebih baik
dengan adanya bimbingan dan pengawasan orang tuanya. Membentuk mental belajar
pada siswa. Membentuk interaksi/komunikasi yang baik terhadap teman sejawat,
guru, orang yang lebih tua dan lingkungan.
2.
PENGENALAN KONSEP PEMBELAJARAN
A.
Konsep pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan
ilmu dan pengetahuan penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
dimanapun dan kapanpun
Pembelajaran
(instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching)
dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan
antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep
tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem. sehingga dalam sistem belajar
ini terdapat komponen-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk
mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus
dipersiapkan. Davis, l974 mengungkapkan bahwa learning system menyangkut
pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas,
pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan sedangkan dalam system teaching sistem,
komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta
penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk
mencapai tujuan.
Menurut Gagne : Pembelajaran adalah menciptakan suatu
kondisi pembelajaran (eksternal) yang dirancang untuk mendukung terjadinya
proses belajar yang bersifat internal. Namun apapun bentuknya kita semua
adalah pembelajar yang terus menerus mengasah diri dalam meningkatkan kualitas,
oleh karena itu kita semua senantiasa memperhatikan : beberapa konsep belajar
yang sering terjadi pada lingkungan belajar kita yang perlu dihindari yaitu lahirnya.
Kenyataan
bahwa dalam proses pembelajaran terjadi pengorganisasian, pengelolaan dan
transformasi informasi oleh dan dari guru kepada siswa. Menurut Meier, 2002
mengemukakan bahwa semua pembelajaran manusia pada hakekatnya mempunyai empat
unsur, yakni persiapan (preparation), penyampaian (presentation),
pelatihan (practice), penampilan hasil (performance).
a.
Persiapan
(Preparation)
Tahap
persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta belajar untuk belajar. Tanpa
itu, pembelajaran akan lambat dan bahkan dapat berhenti sama sekali. Salah satu
tujuan penyiapan peserta belajar adalah mengajaknya memasuki kembali dunia
kanak-kanak mereka, sehingga kemampuan bawaan mereka untuk belajar dapat
berkembang sendiri. Dunia kanak-kanak ditandai dengan keterbukaan, kebebasan,
kegembiraan dan rasa ingin tahu yang sangat besar.
Hal
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sugesti positif, memberikan
pernyataan yang memberi manfaat, menenangkan rasa takut, menyingkirkan hambatan
belajar, banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah, merangsang rasa
ingin tahu dan mengajak belajar penuh dari awal, membangkitkan rasa ingin tahu,
menciptakan lingkungan fisik, emosional, sosial yang positif, memberikan tujuan
yang jelas dan bermakna. Pembelajaran jika dilakukan dengan persiapan matang
sesuai dengan karakteristik kebutuhan, materi, metode, pendekatan, lingkungan
serta kemampuan guru, maka hasilnya diasumsikan akan lebih optimal.
Asumsi
negatif tentang belajar cenderung menciptakan pengalaman negatif dan asumsi
positif cenderung menciptakan pengalaman positif. Sugesti tidak boleh
berlebihan, menimbulkan kesan bodoh, dangkal, tetapi harus realistik, jujur dan
tidak bertele-tele. Menurut Merton (1986), dalam kejadian apapun, jika sudah
menetapkan hati untuk mencapai hasil positif, kemungkinan besar hasil positif
yang akan dicapai. Ketika asumsi negatif sudah digantikan dengan yang positif,
maka rasa gembira dan lega dapat mempercepat pembelajaran.
Menciptakan
asumsi positif tentang belajar dapat dilakukan dengan menata tempat duduk
secara dinamis, menghiasi ruang belajar, atau apa yang ada dalam lingkungan
belajar yang dapat menambah warna, keindahan, minat serta rangsangan belajar
peserta didik. Termasuk dengan kehangatan musik, sebagaimana banyak dilakukan
dalam inovasi-inovasi pembelajaran modern saat ini.
Ada
garis lurus antara tujuan dan manfaat, tetapi tujuan cenderung dikaitkan dengan
apa, sedangkan manfaat dikaitkan dengan “mengapa”. Peserta belajar dapat
belajar paling baik jika mereka tahu mengapa mereka belajar dan dapat
menghargai bahwa pembelajaran mereka punya relevansi dan nilai bagi diri mereka
secara pribadi. Orang belajar untuk mendapatkan hasil bagi diri sendiri. Jika
mereka tidak melihat ada hasilnya, mengapa harus belajar.
Oleh
karena itu, penting sekali untuk sejak awal menegaskan manfaat belajar sesuatu
agar orang merasa terkait dengan topik pelajaran itu secara positif. Dalam banyak
kasus, persiapan pembelajaran dapat dimulai sebelum dimulainya program belajar.
Kerjasama membantu peserta belajar mengurangi stres dan lebih banyak
memanfaatkan energinya untuk belajar. Interaksi sangat penting dalam membangun
komunitas belajar. Hal ini dapat dimulai dengan program tugas kelompok yang
dikaitkan dengan pengenalan, tujuan, manfaat bagi peserta belajar atau
penilaian pengetahuan. Upaya belajar benar-benar bergantung pada peserta
belajar dan bukan merupakan tanggung jawab perancang atau fasilitatornya.
b.
Penyampaian
(Presentation)
Tahap
penyampaian dalam siklus pembelajaran dimaksudkan untuk mempertemukan peserta
belajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan
menarik. Tahap penyampaian dapat dilakukan dengan kegiatan presentasi di kelas.
Belajar adalah menciptakan pengetahuan, bukan menelan informasi, maka
presentasi dilakukan semata-mata untuk mengawali proses belajar dan bukan untuk
dijadikan fokus utama.
Tujuan
tahap penyampaian adalah membantu peserta belajar menemukan materi belajar yang
baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera
dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui uji coba
kolaboratif dan berbagai pengetahuan, pengamatan fenomena dunia nyata,
pelibatan seluruh otak dan tubuh peserta belajar,presentasi interaktif, melalui
aneka macam cara yang disesuaikan dengan seluruh gaya belajar termasuk melalui
proyek belajar berdasarkan kemitraan dan berdasarkan tim, pelatihan menemukan,
atau dengan memberi pengalaman belajar didunia nyata yang kontekstual serta
melalui pelatihan memecahkan masalah.
c.
Latihan
(Practice)
Tahap
latihan ini dalam siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70% atau lebih
pengalaman belajar keseluruhan. Dalam tahap inilah pembelajaran yang sebenarnya
berlangsung. Peranan instruktur atau pendidik hanyalah memprakarsai proses
belajar dan menciptakan suasana yang mendukung kelancaran pelatihan. Dengan
kata lain tugas instruktur atau pendidik adalah menyusun konteks tempat peserta
belajar dapat menciptakan isi yang bermakna mengenai materi belajar yang sedang
dibahas. Tujuan tahap pelatihan adalah membantu peserta belajar
mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai
cara. Seperti aktifitas pemrosesan, permainan dalam belajar, aktifitas
pemecahan masalah dan refleksi dan artikulasi individu, dialog berpasangan atau
kelompok, pengajaran dan tinjauan kolaboratif termasuk aktifitas praktis dalam
membangun keterampilan lainnya.
d.
Penampilan
Hasil (Performance)
Proses
belajar seringkali mengabaikan tahap ini, padahal ini sangat penting disadari
bahwa tahap ini
merupakan satu kesatuan dengan keseluruhan proses belajar. Tujuan tahap
penampilan hasil ini adalah untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat
dan berhasil diterapka]]n, membantu peserta belajar menerapkan
dan memperluas pengetahuan atau
keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan
penampilan hasil akan terus meningkat seperti; penerapan di dunia maya dalam
tempo segera, penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, dan aktifitas penguatan
penerapan. Setelah mengalami tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita
perlu memastikan bahwa orang melaksanakan pengetahuan dan keterampilan baru
mereka pada pekerjaan mereka, nilai-nilai nyata bagi diri mereka sendiri,
organisasi dan klien organisasi.
Persoalannya
dalam dunia pendidikan di persekolahan banyak yang menyalahi proses ini.
Padahal jika salah satu dari empat tahap tersebut tidak ada, maka belajar pun
cenderung merosot atau terhenti sama sekali. Pembelajaran akan terganggu jika
peserta belajar tidak terbuka dan tidak siap untuk belajar, tidak menyadari
manfaat belajar untuk diri sendiri, tidak memiliki minat, atau terhambat oleh
rintangan belajar. Hal yang sama terjadi jika gaya belajar pribadi seseorang
tidak diperhatikan dalam tahap penyampaian.
B. Model Sembilan Peristiwa
pembelajaran
Sembilan peristiwa pembelajaran ini tidak lain adalah
aktivitas-aktivitas belajar yang menurut Gagne perlu diterapkan sebagaimana
dalam fase-fase belajar. Dengan penerapan model ini diharapkan hasil belajar
dapat ditingkatkan dan dipertahankan.
Peristiwa pembelajaran diasumsikan sebagai cara-cara
yang perlu diciptakan oleh guru dengan tujuan untuk mendukung proses-proses
belajar (internal) di dalam diri siswa. Hakikat suatu peristiwa pembelajaran
untuk setiap pembelajaran berbeda-beda, bergantung kepada kapabilitas yang
diharapkan atau harus dicapai sebagai hasil belajar. Kesembilan peristiwa
Pembelajaran yang ada pada setiap fase belajar dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Membangkitkan perhatian. Kegiatan paling awal dalam
pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir pelajaran. Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan memberikan
berbagai rangsangan sesuai dengan kondisi yang ada, misalnya dengan perubahan
gerak badan (berjalan, mendekati siswa, dan lain-lain), perubahan suara,
menggunakan berbagai media belajar yang dapat menarik perhatian dan menunjukkan
atau menyebutkan contoh-contoh yang ada di dalam kelas atau di luar kelas, dan
lain-lain.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran
pada siswa. Agar siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar maka kepada
siswa perlu dijelaskan tujuan apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran,
manfaat materi yang akan dipelajari bagi siswa, dan tugas-tugas yang harus
diselesaikan selama pembelajaran. Keuntungan menjelaskan tujuan adalah agar
siswa dapat menjawab sendiri pertanyaan apakah ia telah belajar? Apakah materi
yang dipelajari telah dikuasai? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat
membangkitkan harapan dalam diri siswa tentang kemampuan dan upaya yang harus
dilakukan agar tujuan tercapai.
3. Merangsang ingatan pada materi prasyarat. Bila siswa telah memiliki perhatian
dan pengharapan yang baik pada pelajaran, guru perlu mengingatkan siswa pada
materi apa saja yang telah dikuasai sehubungan dengan materi yang akan
diajarkan. Dengan pengetahuan awal yang ada pada memori kerjanya diharapkan
siswa siap untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang lama dengan
pengetahuan baru yang akan dipelajari. Ada banyak cara yang dapat dilakukan
guru untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari, misalnya
dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan meminta
siswa untuk menjelaskannya secara singkat.
4. Menyajikan bahan perangsang. Peristiwa pembelajaran keempat
adalah menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting
yang bersifat kunci. Sebelum itu guru sudah harus menentukan bahan apa yang
akan disajikan, apakah berupa informasi verbal. Keterampilan intelektual, atau
belajar sikap. Berdasarkan jenis kemampuan/bahan ini maka dapat dipilih bentuk
kegiatan apa yang akan disajikan sehingga proses pembelajaran berjalan lancar.
Misalnya bila akan mengajarkan sikap, pilihlah bahan yang berupa
model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan keterampilan motorik. Demonstrasikan
contoh bahan keterampilan tersebut dan tunjukkan caranya seeara tepat.
5. Memberi bimbingan belajar. Bimbingan belajar diberikan dengan
tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau
kemampuan-kemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran. Misalnya, bila
siswa harus menguasai konsep-konsep kunci, berilah cara mengingat konsep-konsep
tersebut misalnya dengan menjelaskan karakteristik dari setiap konsep. Bila
siswa harus menguasai suatu keterampilan tertentu maka bimbinglah dengan cara
menjelaskan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menguasai keterampilan
tersebut. Dalam hal ini bimbingan belajar harus diberikan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan siswa beserta kesulitan-kesulitannya.
6. Menampilkan unjuk kerja. Untuk mengetahui apakah siswa telah
mencapai kemampuan yang diharapkan, mintalah mereka untuk menampilkan
kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru. Misalnya, bila
ingin mengetahui kemampuan informasi verbal siswa, beri siswa
pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengukur tingkat penguasaannya atau bila ingin
mengetahui keterampilan siswa maka mintalah mereka melakukan suatu tindakan
tertentu. Jawaban yang diberikan siswa hendaklah sesuai dengan kemampuan yang
diminta dalam tujuan pembelajaran.
7. Memberikan umpan balik. Memberikan umpan balik merupakan
fase belajar yang terpenting. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik umpan balik
diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai siswa. Misalnya, jelaskan jawaban yang sudah
lengkap dan yang perlu dilengkapi atau dipelajari kembali oleh siswa dengan
cara “sudah baik”, “pelajari kembali”, atau “lengkapi “, dan lain-lain.
8. Menilai Unjuk Kerja. Merupakan peristiwa pembelajaran
yang bertujuan untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
Untuk itu perlu dibuat alat penilaian yang relevan dengan tujuan sehingga dapat
untuk mengukur tingkat pencapaian siswa.
9. Meningkatkan retensi. Peristiwa pembelajaran terakhir
yang harus dilakukan oleh guru adalah upaya untuk meningkatkan retensi dan alih
belajar. Guru perlu memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar siswanya
dapat mengulangi dan menggunakan pengetahuan barunya kapan saja jika
diperlukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada perkembangan kepribadian pesera didik, tidak ada
kepribadian dan sifat-sifat yang benar-benar sama. Tiap anak adalah individu
yang unik dan mempunyai pengalaman belajar dalam penyesuaian diri
dan sosial yang berbeda secara pribadi. Menurut Suadianto (2007)
menjelaskan bahwa hal penting dalam perkembangan kepribadian adalah
ketetapan dalam pola kepribadian atau persistensi. Artinya, terdapat
kecenderungan ciri sifat kepribadian yang menetap dan relatif tidak
berubah sehingga mewarnai timbul perilaku khusus terhadap diri
seseorang. Persistensi dapat disebabkan oleh kondisi bawaan
anak sejak lahir, pendidikan yang ditempuh anak, perilaku orang
tua dan lingkungan kelompok teman sebaya, serta peran dan pilihan anak ketika
berinteraksi dengan lingkungan sosial
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan belajar,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran
sehingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kongnitif), juga
dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.
Peran guru bukan semata memberikan informasi melainkan juga
mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the
learning) agar proses belajar lebih memadai dan mudah diterima oleh siswa.
Pembelajaran mengandung arti bahwa setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Proses
pembelajaran merupakan seperangkat prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai
pedoman untuk menyusun berbagai kondisi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan
pendidikan.
B. SARAN
Demikianlah ringkasan pembahasan masalah konsep
strategi belajar mengajar yang meliputi tentang Konsep strategi pembelajaran
den mengidentifikasikan taksonomi variabel dan membedakan metode, tekni, dan
pendekatan pembelajaran.
Jika makalah ini terdapat kata – kata yang tak di
pahami ataupun pengetikan kalimatnya salah kami sebagai penyusun memohon maaf
yang sebesar – besarnya. Semoga makalah ini berguna dan menjadi pedoman
khususnya bagi kami sebagai penyusun makalah, dan umumnya bagi kita semua yang
membacanya.